Nah teman-teman 4Bloggerz kali ini gue mau ngeposting mengenai fraktur, kalo loe anak keperawatan tentu gak asing lagi dengan kata yang satu ini "fraktur", mau tau mengenai apa itu fraktur, langsung dech monggo dibaca. SEMOGA BERMANFAAT
KONSEP DASAR
A. KONSEP MEDIS
1.
Definisi
Fraktur adalah : Terputusnya
kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (Brunner &
Suddart, 2002 : 2357).
Fraktur adalah : Terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa. (Garrison, Susan. J, 2001 : 152)
Fraktur adalah : Kerusakan struktural dalam tulang, lapisan efipisis, atau permulaan
sendi tulang rawan. (Garrison, Susan. J, 2001 : 152)
Open reduksi adalah : Suatu
tindakan pembedaan tulang serta terbuka tulang pada tulang yang fraktur untuk
membentuk fiksasi interna dengan menggunakan alat misalnya pean, screw, plate.
(Long, BC, 2000).
Dari pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang/ kerusakan
struktural dalam tulang yang disebabkan oleh rudapaksa dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya.
Salah satu klasifikasi fraktur berdasarkan adanya luka
yang berhubungan dengan daerah yang patah. Dalam klasifikasi ini fraktur dapat
dibagi menjadi:
a.
Fraktur tertutup (closed). Bila tidak terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar.
b.
Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan
antara fragmen tulan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit. Feraktur
terbuka terbagi atas tiga derajat yaitu:
Derajat I:
-
Luka < 1 cm
-
Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka
remuk
-
Fraktur sederhana, tranversal, oblik, atau kuminitif
ruangan
-
Kontaminasi minimal
Derajat II:
-
Laserasi > 1 cm
-
Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/ovulasi
-
Fraktur kominutif sedang
-
Kontaminasi sedang
Derajat III
Terjadi jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot dan
neuromaskuler serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III terbagi
atas:
-
Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulan adekuat. Meskipun
terdapat laserasi luas/avulasi, atau fraktur segmental/sangat komunitif yang
disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka.
-
Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang
terpapar atau kontaminasipasif.
-
Luka pada pembuluh arteri/syaraf perifer yang harus
diperbaiki tanpa melihat kerusakan jaringan lunak. (Arif Mansjoer, 2000 : 346).
Deskripsi fraktur
Deskripsi fraktur terbagi menjadi beberapa hal yaitu:
a.
Komplit/tidak komplit
1)
Fraktur komplit, bila garis patah melalui seluruh
penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang
2)
Fraktur tidak komplit, bila garis patah tidak melalui
seluruh penampang tulang seperti:
-
Hairline fraktur (patah retak rambut)
-
Bukle frasture atau tonus fracture. Bila terjadi
lipatan dari suatu korteks dengan kompresi tulang spongrosa di bawahnya.
Biasanya pada distal radius anak-anak.
-
Greenstick fracture, mengenai satu korteks dengan
angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang anak.
b.
Bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme
trauma
1)
Garis patah melintang: trauma angulasi atau langsung.
2)
Garis patah
oblik: trauma angulasi
3)
garis patah spiral: trauma aksila-fleksi pada tulang
spongiosa
4)
fraktur ovulasi: trauma tarikan/traksi otot pada
insersinya dio tulang.
c.
Jumlah garis patah
1)
Fraktur komunitif: garis patah lebih dari satu dan
saling berhubungan
2)
Fraktur segmental: garis patah lebih dari satu tetapi
tidak berhubungan
3)
Fraktur multipel: garis patah lebih dari satu tetapi
pada tulang yang berlainan tempatnya, misalnya fraktur femur, fraktur kruris
dan fraktur tulang belakang. (Arif, Mansjoer, 2000).
2.
Etiologi
Menurut Brunner and Suddart, 2002 fraktur dapat disebabkan oleh:
a.
Pukulan langsung
b.
Gaya meremuk
c.
Gerakan puntir mendadak
d.
Kontraksi otot ekstern
e.
Dislokai sendi
f.
Kerusakan saraf.
Menurut Garison, Susan J, 2001, faktor yang menyebabkan fraktur
eksteritas adalah:
a.
Umum : - Osteoporosis
- Osteogenesis
imperfekta
- Osteitis
deformans (penyakit laget)
b.
Metabolik : - Defisiensi
vitamin C
- Devisiensi
vitamin D
- Osteomalaisa
c.
Inflamasi : - Osteontielitis
- Atritis
reumatoid
d.
Ueuromuskular :
- Cedera medula spinalis
- Miopati
3.
Patofisiologi
Cedera pada suatu bagian
sistem muskuluskeletal biasnya menyebabkan cidera atau disfungsi struktur di
sekitarnya dan struktur yang dilindingi atau disangganya baik tulang patah,
otot tak bisa berfungsi. Bila syarat tak dapat menghantarkan impuls ke otot,
seperti pada paralisis, sehingga tidak dapat bergerak, bila permukaan sendi
tidak dapat bergerak, bila permukaan sendi tidak dapat berartikulasi dengan
normal, baik tulang maupun otot tidak dapat berfungsi dengan baik, fraktur
bawah lutut paling sering adalah fraktur libia dan fibula yang terjadi akibat
pukulan langsung atau trauma baik secara langsung atau tidk langsung yang
menyebabkan tulang dan jaringan sekitarnya rusak, bila tulang rusak maka
parenkim dan pembuluh dalam korteks, sum-sum dan jaringan lema mengalami
kerusakan juga. Perdarahan terjadi dari kerusakan ujung-ujung tulang dan
jaringan lemak (otot). Adanya pembengkakan oleh karena penimbunan eksudat
hemorogik, antara ujung tulang yang patah dan di bawah periesteum. Jaringan
mati ini menimbulkan rangsangan peredaran yang merupakan respon karakteristik
dan vasodilatasi, cairan plasma dan leukosit dan infiltrasi dari sel-sel-darah
putih lainnya. Tanda-tanda itu merupakan langkah-langkah pembentukan fondasi
pada penyembuhan tulang (Brunner & Suddarth, 2006).
4.
Manifestasi Klinis
a.
Berdasarkan Brunner and Suddart, 2002 manifestasi
klinis dari fraktur yaitu sebagai berikut:
1)
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai
fragmen tulang dimobilisasi spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
tidak alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen.
2)
Holangnya fungsi
3)
Deformitas (pergerakan fragmen pada fraktur)
4)
Pemendekan ekstermitas
5)
Krepitus (terapa tangan adalah derik tulang)
6)
Pembengkakan lokal
7)
Perubahan warna lokal pada kulit sebagai akibat dan
perdarahan yang mengikuti fraktur.
b.
Menurut Long BC, 1996 gejala yang sering muncul pada
fraktur adalah:
1)
Nyeri lokal dari akan terjadi lebih berat karena
berjalan atau bergerak dan ada tekanan pada daerah yang terkena juga akibat
dari pembengkakaj spasme otot dan kerusakan periosteam
2)
Fungsiolnesa/hilangnya fungsi anggota gerak dan
persendian yang terdekat
3)
Kehilangan fungsi normal yaitu ketidakmampuan fraktur
untuk melakukan fungsinya secara normal
4)
Syok, hipovolemik, karena hilangnya cairan dan darah
yang berlebihan.
5.
Komplikasi
Menurut Brunner and Suddart, 2002 komplikasi fraktur dapat dibagi
menjadi:
a.
Komplikai awal
-
Syok hipovolemik atau traumatik. Akibat perdarahan
(baik kehilangan darah eksterm maupun yang tak kelihatan) dan kehilangan cairan
ke jaringan yang rusak dapat terjadi pada fraktur ekstermitas, toraks, pelvis
dan vertebra.
-
Sindrom emboli lemak setelah terjadi panjang atau
pelvis, fraktur multipel, atau cidera remuk, dapat terjadi emboli lemak,
khususnya pada dewasa muda (20-30 tahun) pria.
d.
Komplikasi lambat
-
Penyatuan terlambat atau tidak ada penyatuan
Terjadi bila penyembuhan tidak terjadi dengan kecepatan normal untuk
jenis dan tempat fraktur tertentu. Sedangkan tidak ada penyatuan terjadi karena
kagagalan penyatuan ujung-ujung patah tulang.
-
Simultan elektrik osteogenesis
Pada osteogenesis tidak ada penyatuan dapat distimulasi dengan implus
elektrik evektifitasnya sama dengan graf tulang.
-
Nekrosis avaskuler tulang
Terjadi bila tulang kehilangan asupan darah dan mati. Dapat terjadi
setelah fraktur, dislokasi tanpa kortikosteroid dosis tinggi berkepanjangan,
penyakit ginjal konis, anemia dan penyakit lain.
-
Reaksi terhadap fiksasi interna
Alat fiksasi ini diambil setelah penyatuan tulang telah terjadi, namun
pada kebanyakan pasien alat tersebut tidak diangkat sambil menimbulkan gejala.
Menurut Chairuddin Rajad, 2003 komplikasi fraktur dapat terjadi secara
spontan karena introgenik atau oleh karena tindakan pengobatan. Komplikasi
umumnya akibat tiga faktor utama yaitu penekanan lokal, traksi yang berlebihan
dan infeksi. Adapun komplikasi fraktur terhadap organ:
b.
Komplikasi pada kulit:
-
Lesi akibat penekanan
-
Ulserasi akibat dekubitus
-
Ulserasi akibat pemasangan gips
c.
Komplikai pada pembuluh darah
-
Lesi akibat traksi dan penekanan
-
Iskemik volkam
-
Gangren
d.
Komplikasi pada sendi
Infeksi (artritis septik) akibat operasi terbuka pada trauma tertutup.
e.
Komplikasi pada saraf
Lesi akibat traksi dan penekanan
f.
Komplikasi pada tulang
-
Infeksi akibat operasi terbuka pada trauma tertutu
(osteomielitis)
-
Komplikasi pada lempeng epifisis dan epifisis fraktur
anak-anak.
Menurut Sjamsuhidayat, R, 1997 komplikasi fraktur dibagi menjadi
komplikasi sgera, komplikasi dini dan komplikasi lambat atau kemudian
komplikasi segera terjadi pada saat terjadinya patah tulang atau segera
setelahnya. Komplikasi dini terjadi dalam beberapa teori setelah kejadian dan
komplikasi kemudian terjadi lama setelah patah tulang.
a.
Komplikasi segera
Lokal : - Kulit, abrasi, laserasi, penetrasi
- Pembuluh
darah robek
- Sistem
syaraf: sumsum tulang belakang, syaraf tepi motorik dan sensorik.
- Otot
- Organ
dalam: jantung, paru, epar, limpa (pada fraktur kosta), kandung kemih.
Umum : - Rudapaksa mustipel
- Syok,
hemoragik, neurogenik
b.
Komplikasi dini
Lokal : - Nekrosis kulit, ganggren, sindrom
kempartemen, trombosis vena, infeksi sendi.
Umum : - Emboli, paru, tetanus
c.
Komplikasi lama
Lokal : - Sendi, ankilosis fibrosa, akilosis oyal
- Tulang:
osteomielitis, osteoporosis pascatrauma, gangguan pertumbuha.
- Otot/tendo:
penulangan otot, ruptur tendon
- Saraf:
kelumpuhan saraf lambat.
Umum : Batu ginjal (akibat
imobilisasi lama di tempat tidur).
6.
Pemeriksaan penunjang
a.
Pemeriksaan ronsen: menentukan lokasi atau luasnya
fraktur atau trauma
b.
Skan tulang, tomogram, skan CT/MRI memperlihatkan
fraktur: juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c.
Arteriogram dilakukan bila kerusakan vaskuler
dicurigai.
d.
Hitung darah lengkap: Ht mungkin atau organ jnuh pada
trauma multipel) peningkatan jumlah SDP adalah respon stress normal setelah
trauma
e.
Kelainan: trauma otot meningkatkan beban kretinin untuk
klirens ginjal.
f.
Profil koagulas: perubahan dapat terjadi pada
kehilangan darah, transfusi multipel atau cidera hati. (Doengoes, 2000).
Test laboratorium
-
Radiograma: perlu dibuat bila ada kecurigaan fraktur,
karena kebanyakan fraktur dispastikan denganc ara ini. Setidaknya dibutuhkan
dua foto dalam pandangan berbeda 90o, karena fraktur yang berdislokasi
mungkin tidak terlihat hanya pada satu pandangan saja.
-
Sidik tulang diindikasikan bila radiogram tidak dapat
menentukan diagnosa (misalnya pada kasus-kasus fraktur pergelangan tangan) atau
negatif dalam bukti klinis fraktur. (Mangel, Mark B, 2001).
7.
Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer, A, 2000 penatalaksanaan pada fraktur tertutup dilakukan
reposisi tertutup dan imobilisasi dengan gips. Caranya pasien tidur terlentang
di atas meja operasi. Kedua lutut dalam posisi fleksi 90o. Sedang
kedua tungkai bawah menggantung di tepi meja. Tungkai bawah yang patah ditarik
ke arah bawah. Rotasi diperbaiki. Setelah tereposisi baru dipasang gips
melingkar. Ada beberapa cara pemasangan gips yaitu:
a.
Cara Long Leg Plaster. Gips dipasang mulai dari pangkal
jari kaki sampai proksimal femur dengan sendi talokrural dalam posisi netral,
sedang posisi lutut dalam fleksi 15-20o.
b.
Cara sarmiento. Pemasangan gips dimulai dario jari kaki
sampai di sendi taloktural dengan molding sekitar maleosus. Setelah kering
segera dilanjutkan ke atas sampai 1 inci di baah tuberosatas tibis dengan
molding pada permukaan anterior tibin. Gips dilanjutkan sampai yang prosimal
patela.
Pada fraktur terbuka dilakukan debridemon luka. Keumian dilakukan
reposisi secara terbuka tulang yang patah, dilanjutkan dengan imobilisasi.
Dapat digunakan cara long leg plaseter. Hanya saja untuk fraktur terbuka dibuat
jendela di atas luka setelah beberapa hari. Dari lubang jendela ini luka
dirawat sampai sembuh. Dapat juga dengan memakai pen di luar tulang atau fraktur
terbuka grade III (fiksasi eksterna). Contohnya dengan fiksasi eksterna fudet,
Roger Anderson, Hoffman, screw dan metil metakrilat (inoe teknik).
Dari www.geogle.com bila keadaan penderita stabil dan luka telah diatai,
fraktur dapat diimobilisasikan dengan cara sebagai berikut:
a.
Traksi
Communuted fracture dan fraktur yang tidak sesuai untuk intramedular nailing
paling baik diatasi dengan manipulasi di bawah anestesi dan balanced sliding
sdkeletal transtion yang dipasang melalui tibia pin. Traksi longitudinal yang
menandai diperlukan selama 24 jam untuk mengatasi spasme otot dan mencegah
pemendekan dan fragmen harus ditopang di posteroid untuk mencegah pelengkungan.
Enam belas pen biasanya cukup. Tetapi penderita yang gemuk memerlukan beban
yang lebih besar dari penderita yang kurus membutuhkan benda yang lebih kecil.
Lakukan pemeriksaan radiologis selama 24 jam untuk mengetahui apakah berat
beban tepat. Bila terdapat overdistraction, berat beban dikurangi. Tetapi jika
terdapat tumpang tindih, berat ditambah. Pemeriksaan radiologi selanjutnya
perlu dilakukan dua kali seminggu selama 2 minggu yang pertama. Dans etiap
minggu sesudah untuk memastikan apakah posisi dipertahankan. Jika hal ini tidak
dilakukan, fraktur dapat terselip perlahan-lahan dan menyatu dengan posisi yang
buruk.
b.
Fisasi interna
Intramedulary nail ideal untuk fraktur tranversal, tetapi untuk fraktur
lainnya kurang cocok fraktur dapat dipertahankan lurus dan terhadap panjangnya
dengan nail, tetapi fiksasi mungkin tidak cukup kuat untuk mengontrol rotasi.
Nail yang diindikasikan jika hasil pemetriksaan radiologi kesan bahwa jaringan
lunak mengalami interposisi diantara ujung tulang karena hal ini hampir selalu
menyebabkan non-union. Keuntungan intramedullary nailing adalah dapat
memberikan stabilitas longitudinal serta kesejajaran (aligment) serta membuat
penderita dapat diimobilisasi cukup cepat untuk meninggalkan rumah sakit dalam
waktu 2 minggu setelah fraktur. Kerugian meliputi anestesi, trauma bedah
tambahan dan resiko infeksi.
c.
Fiksasi eksternal
Bila fraktur yang dirawat dengantraksi stabil dan masa kalus terlihat
pada pemeriksaan radiologis, yang biasanya pada minggu keenam, cast brace dapat
dipasang fraktur dengan intramedullary nail yang memberi fiksasi yang regid
juga cocok untuk tindakan ini.
Menurut sjamsuhidayat, R, 1997 penatalaksanaan fraktur dapat menjadi
sebagai berikut:
a.
Dengan dislokasi fragmen patahan yang minimal atau
dengan dislokasi yang tidak akan menyebabkan cacat di kemudian hari. Cukup
dengan proteksi dan tanpa reposisi dan imobilisasi.
b.
Imobilisasi degan fiksasi atau imobilisasi luar tanpa
reposisi, tetapi tetap memerlukan imobilisasi agar tidak terjadi dislokasi
fragmen.
c.
Berupa reposisi dengan cara memanipulasi diikuti dengan
imovilisasi.
d.
Reposisi dengan traksi terus menerus selama masa
tertentu, misalnya beberapa minggu dan kemudian diikuti dengan imobilisasi.
Cara ini dilakukan pada patah tulang dengan otot yang kuat misalnya pada patah
tulang femus.
e.
Reposisi diikuti dengan imobilisasi dengan fiksasi
l;uar
f.
Reposisi secara non-operatif, misalnya reposisi patah
tulang belum femur. Framen direposisi secara non-operatif dengan meja traksi:
setelah tereposisi dilakukan pemasangan pen ke dalam kolum femur secara
operatip.
g.
Reposisi secara operatif diikuti dengan fiksasi patah
tulang dengan pemasangan fiksasi interna. Fiksasi interna yang dipakai biasanya
berupa pen di dalam sum-sum tulang panjang bisa juga berupa plat sekrup di
permukaan tulang.
h.
Eksisi fragmen patah tulang dan pengaruh menggantinya
dengan prostesis.
|
|
(Brunner & Suddart, 2002)
B. KONSEP KEPERAWATAN
8.
Pengkajian Data Dasar
a.
Biodata
Informasi biografi sangat membantu menyusun riwayat
pada tempatnya. Informasi tersebut meliputi nama, almat, umur, jenis kelamin,
status perkawinan, pekerjaan dan asal etnik individu. Dengan maksud untuk
memperoleh profil pasien yang lebih lengkap dan membina saling percaya.
(Smeltzer, 2002, 84). Mengajukan pertanyaan engenai pekerjaannya sekarang dapat
mengungkap mengenai status ekonomi dan latar belakang pendidikannya. Alamat
berhubungan dengan untuk mengidentifikasi bahaya lingkungan seperti isolasi,
perlindungan yang tak adekuat. Resiko bahaya kebakaran, polusi (suara, udara,
air) dan fasilitas sanitasi yang tidak memadai yang berhubungan dengan kasus
penyakit ini. Agama erat hubungannya dengan tingkat pemahaman atau pendarahan
keberadaannya daa dapat mengarahakan bagaimana seseorang menghadapi kesakitan.
(Smeltzer, 2002: 87-88).
b.
Data Biologis
1)
Keluhan utama
Merupakan keluhan utama yang dirasakan misalnya nyeri apda daerah
fraktur.
2)
Riwayat kesehatan sekarang
Kapan pasien datang, keluhan utama yang biasa dirasakan nyeri pada saat
digerakkan.
3)
Riwayat kesehatan dahulu
Menjelaskan apakah pasien pernah mengalami penyakit seperti sekarang dan
tindakan yang sudah dilakukan untuk menanganinya.
4)
Riwayat Kesehatan Keluarga
Adalah anggota keluarga yang lain yang sakit seperti sekarang ini. (Perry
Potter, 2004).
c.
Pola Fungsional
Dalam penyusunan KTI ini penulis menggunakan teori keperawatan fungsional
menurut Virginia Handerson, karena konsep ini mencakup seluruh kebutuhan dasar
seorang manusia. Handerson mendefinisikan keperawatan sebagai berikut:
1)
Membantu individu ang sakit dan yang sehat dalam
melaksanakan aktifitas yang memiliki kontribusi terhadap kesehata dan
penyembuhannya dimana individu tersebut akan mampu mengerjakannya tanpa bantuan
bila ia memiliki kekuatan, kemauan dan pengetahuan yang dibutuhkan. Dan hal ini
dilakukan dengan cara membantu mendapatkan kembali kemandiriannya secepat
mungkin. (Perry Potter, 2005 : 274).
2)
Model konsep keperawatan menurut Virginia Handerson:
a)
Bernafas dengan normal
Bantuan yang dapat diberikan kepada klien oleh perawat adalah membantu
memilih tempat tidur, kursi yang cocok, serta menggunakan bantal, alas dan
sejenisnya. Sebagai alat pembantu klien agar dapat bernafas dengan normal dan
kemampuan mendemonstrasikan dan menjelaskan pengaruhnya kepada klien. Perawat
harus waspada terhadap tanda-tanda obstruksi jalan nafas dan siap memberikan bantuan
dalam keadaan tertentu.
b)
Kebutuhan akan nutrisi
Perawat harus mampu memberikan penjelasan mengenai tinggi dan berat badan
yang normal, kebutuhan nutrisi yang diperlukan pemilihan dan penyediaan makanan
untuk itu perawat harus mengetahui kebiasaan, kepercayaan klien tentang
nutrisi.
c)
Kebutuhan Eliminasi
Perawat harus mengetahui semua saluran pengeluaran dan keadaan normalnya.
Jarak waktu pengeluaran dan frekuensi pengeluara yang meliputi keringat, udara
yang keluar saat bernafas, menstruasi, muntah, buang air besar dan buang air
kecil.
d)
Gerak dan keseimbangan tubuh
Perawat harus mengetahui tentang prinsip keseimbangan tubuh, miring dan
bersandar. Artinya perawat harus bisa memberikan rasa nyaman dalam semua posisi
da tidak membiarkan berbaring terl;alu lama pada satu posisi.
e)
Kebutuhan istirahat dan tidur
Istirahat dan tidur sebagian tergantung pada relaksasi otot. Untuk itu
perawat harus mengetahui tentang pergerakan badan yang baik, disamping itu juga
dipengaruhi oleh emosi (stress), dimana stress merupakan keadaan ormal dari
aktivitas progresif patologis apabila ketegangan dapat diatasi atau tidak
terkontrol dengan istirahat dan tidur.
f)
Kebutuhan berpakaian
Perawat dasarnya meliputi membantu klien memilih pakaian yang tepat dari
pakaian yang tersedia dan membantu untuk memakainya. Perawat tidak boleh
memaksakan kepada klien pakaian karena hal itu dapat menghilangkan rasa
kebebasan klien.
g)
Mempertahankan temperatur tubuh dan sirkulasi
Perawat harus mengetahui physiologi panas dan bisa mendorong ke arah
tercapainya keadaan panas maupun dingin degan mengubah temperatur, kelembaban
atau pergerakan udara atau dengan memotivasi klien untuk meningkatkan atau
mengurangi aktifitasnya. Menu makanan dan pakaian mempengaruhi dalam hal ini.
h)
Kebutuhan akan personal hygiene
Klien harus disediakan fasilitas-fasilitas peralatan dan bantuan dari
perawat sangat dibutuhkan unu membersihkan kulit, rambut, kuku, hidung, mulut
dan giginya.
i)
Kebutuhan rasa aman dan nyaman
Dalam keadaan sehat setiap orang bebas mengontrol keadaan sekelilingnya
atau mengubah keadaan itu bila beranggapan sudah tidak cocok lagi. Jika sakit
sikap tersebut tidak dapat dilakukan. Perawatan dasarnya meliputi melindungi
klien dari trauma dan bahaya yang timbul.
j)
Berkomunikasi dengan orang lain dan mengepresikan emosi,
keinginan, rasa takut dan pendapat
Keinginan, rasa takut dan pendapat dalam keadaan sehat. Tiap gerakan,
emosi nampak pada ekspresi fisik, perwat mempunyai tugas sebagai penterjemah
dalam hubungan klien dengan tim kesehatan lain memajukan kesehatannya.
Penampilan lingkungan yang terapeutik sanga tmembantu dalam hal ini.
k)
Kebutuhan spiritual
Dalam memberikan perawatan dalam situasi apapun kebutuhan spiritual,
klien harus dihormati dan perawat harus membantu dalam pemenuhan kebutuhan itu.
Perawat dan petugas kesehatan lainnya harus menyadari bahwa keyakinan,
kepercayaan dan agama sangat berpengaruh terhadap upaya penyembuhan.
l)
Kebutuhan bekerja
Sering kali keadaan sakit menyebabkan seseorang kehilangan kesempatan
menikmati variasi dan udara segar serta rekresi. Untuk itu perlu dipilihkan
beberapa aktivitas yang sangat dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur,
kecerdasan, pengalaman dan selera klien, kondisi serta keadaan penyakitnya.
m)
Kebutuhan belajar
Bimbingan, latishan atau pendidikan merupakan dbagian dari pelayanan
dasar. Fungsi perawat adalah membantu klien belajar dalam mendorong usaha
penyembuhan dan meningkatkan kesehatan serta memperkuat dan mengikuti terapy
yang diberikan, pembimbing dapat dilakukan setiap saat ketika perawat
memberikan asuhan. (Perry Potter, 2005).
9.
Fokus Pengkajian
Menurut doengoes, rooo, fokus pengkajian yang muncul adalah:
a.
Aktivita atau istirahat
Tanda : Keterbatasan atau
kehilangan fungsi pada bagian yang mengalami operasi.
b.
Sirkulasi
Tanda : Hipertensi
(kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri) atau hipotensi (respon
kehilangan darah) tarchicardia (respon stress, hipovolemia) pembengkakan
jringan atau massa hematoma pada suisi cidera atau operasi.
c.
Neurosensori
Gejala : Penurunan atau hilang
gerakan atau sensori, spasme otot.
Tanda : Spasme otot, terlihat
kelemahan atau hilang fungsi agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri atau
ansietas).
d.
Nyeri atau kenyamanan
Gejala : Nyeri berat, sedang
atau ringan setelah dilakukan tindakan operasi. Mungkin terlokalisasi pada area
jaringan atau penyambungan tulang. Dapat berkurang pada imobilisasi. Spasme
otot atau kram (setelah imobilisasi).
e.
Keamanan
Tanda : Laserasi kulit,
insisi jaringan, perdarahan, perubahan warna,pembengkakan lokal (dapat
meningkatkan secara bertahap atau tiba-tiba).
f.
Penyuluhan atau pembelajaran
Gejala : Lingkungan post
operatif
Rencana pemulangan: Kurang lebih 4
hari bila memerlukan perawatan di rumah sakit memerlukan bantuan dalam
aktivitas perawatan diri. Tugas pemeliharaan atau perawatan di rumah.
10. Fokus
Intervensi
Menurut Doengoes, 2000, fokusw interensi yaitu sebagai berikut:
a.
Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan
kehilangan integritas tulang (fraktur).
Hasil yang diharapkan:
1)
Mempertahankan stabilisasi dan posisi fraktur
2)
Dmenunjukkan mekanika tubuh yang meningkatkan
stabilitas pada sisi fraktur
3)
Menunjukkan pembentukan kalus/mulai penyatuan fraktur
yang tepat.
Intervensi:
1)
Pertahankan turah baring/ekstermitas sesuai indikasi
2)
Letakkan papan di bawah tempat tidur atau tempatkan
pasien pada tempat tidur ortopedik
3)
Sokong fraktur dengan bantal/gulungan selimut
4)
Pertahankan posisi/integritas traksi
5)
Bantu meletakkan beban di bawah roda tmpat tidur bila
diindikasikan
6)
Kaji ulang tahanan yang mungkin timbul karena terapi
7)
Kaji integritas alat fiksasi eksternal
8)
Kaji ulang foto/evaluasi
b.
Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot tgerakan
program tulang
Ditandai: keluhan nyeri, distraksi, fokus pada diri sendiri, fokus
menyempit, wajah sionomik.
Intervensi:
1)
Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah
baring, gips, pembebat, traksi
2)
Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena
3)
Hindari penggunaan sprei/bantal plastik di bawah
ekstermitas di dalam gips
4)
Tinggikan penutup tempat tidur. Pertahankan linen
terbuka pada ibu jari kaki.
5)
Evaluasi keluan nyeri/ketidaknyamanan, perhatikan
lokasi dan karakteristik, termasuk intensitas (skala 0-10)
6)
Jelaskan prosedur sebelum memulai
7)
Lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif/aktif
8)
Dorong menggunakan teknik manajemen stress, (tehnik
relaksasi)
9)
Berikan obat sesuai indikasi.
c.
Resiko tinggi terhadap disfungsi neuromuskuler perifer
berhubungan dengan penurunan/interupsi aliran darah, cidera vaskuler langsung
hipovolemia
Kriteria evaluasi:
1)
Kaji kembalinya capillary refil, warna kulit dan
kehangantan distal pada fraktur.
2)
Catat perubahan fungsi motor/sensori, tanyakan kepada
klien tentang lokasi/ketidaknyamanan.
3)
Perhatikan keluhan nyeri ekstrem untuk tipe cidera atau
peningkatan nyeri pada gerakan pasif ekstremitas, terjadi tegangan otot/nyeri
tekan dengan eritema/perubahan nadi distal.
4)
Monitor posisi/kolasi pada gips atau traksi
5)
Ajari pasien untuk latihan rutin pada bagian sendi
distal/latihan jari yang cidera, ambulasi sesegera mungkin
6)
Selidiki nyri tekan, pembengkakan pada dorsufleksi kaki
7)
Monitor tanda vital, catat tanda-tanda purat/sianosis
umum, kulit dingin, perubahan parental
8)
Kolaborasi pemberian cairan itravena/tambahan darah
sesuai kebutuan.
d.
Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas
berhubungan dengan perubahan membaran alveolar/kapiler
Kriteria evaluasi:
Mempertahankan fungsi pernafasan adequat, dibuktikan dengan perubahan
membran alveolar/kapiler.
Kriteria evaluasi:
1)
Awasi frekuensi pernafasan, penggunaan otot bantu,
retraksi
2)
Pantau tanda-tanda vital
3)
Perhatikan peningkatan kegelisahan, kacai latargi
4)
Observasi sputum untuk tanda adanya darah
5)
Kolaborasi pemberian O2 sesuai kebutuhan
6)
Berikan obat sesuai indikasi
e.
Kerusakan mobilisasi fisik berhubungan dengan kerusakan
rangka neuromuskuler.
Ditandai oleh:
1)
Ketidakmampuan untuk bergerak sesuai tujuan dalam
lingkungan fisi.
2)
Menolak untuk bergerak
3)
Penurunan kekuatan/kontrol otot
Kriteria evaluasi:
1)
Meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin
2)
Mempertahankan posisi fungsional
3)
Meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit
4)
Menunjukkan teknik yang memampukan melakukan aktivitas
Intervensi:
1)
Kaji tingkat imobilitas yang dihasilkan oleh
cedera/pengobatan dan perhatikan persepsi terhadap imobilisasi
2)
Dorong partisipasi pada aktivitas terapeutik/rekreasi
3)
Instruksikan pasien untuk bantu dalam rentang gerak
pasien/asktif pada ekstremitas yang sakit dan yang tidak sakit
4)
Berikan/bantu dalam mobilisasi dengan kruk, kursi roda
5)
Monitor TD dengan toleransi aktivitas
6)
Ubah posisi secara periodik dan dorong untuk latihan
batuk/nafas dalam.
7)
Anjurkan peningkatan masukan cairan 2000-3000 ml/hari
8)
Berikan diit tinggi protein
9)
Tingkatkan jumlah diit kasup, batasi makanan pembentuk
gas
10) Kolaborasi
dengan ahli terapi fisik/okupasi/rehabilitasi spesifik
f.
Resiko tinggi terhadap infeksi b/d tidak adekuatnya
pertahanan primer, kerusakan kulit, trauma jaringan, traksi tulang
Kriteria evaluasi:
Pasien akan mencapai penyembuhan luka sesuai diagnose purulen atau
eritema dan demain.
Intervensi:
1)
Inspeksi kulit untuk adanya iritasi atau rusak
2)
Berikan perawatan pen/kawat steril
3)
Observasi luka untuk pembentukan bula, krepitasi,
perubahan wara kulit kecoklatan, bau drainase yang tak enak/asam.
4)
Kaji tonus otot, refleks tendon dalam dan kemampuan
untuk berbicara
5)
Kolaborasi pemeriksaan laboratorium (hitung darah
lengkap).
6)
Berikan obat sesuai indikasi.
g.
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.
Ditandai:
-
Pertanyaan/permintaan informasi, pertanyaan salah
konsepsi
-
Tidak akurat mengikuti isntruksi/terjadinya komplikasi
yang dapat dicegah
Hasil yang diharapkan klien:
-
Menyatakan pemahaman, kondisi, prognosis dan pengobatan
-
Melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan dan
menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi:
1)
Kaji ulang patologi, prognosis dan harapan yang akan
datang
2)
Beri penguatan atau metode mobilitas dan ambulasi
sesuai instruksi dengan terapi fisik.
3)
Anjurkan penggunaan back pack
4)
Dorong pasien untuk melanjutkan latihan aktif.
5)
Kaji perawatan pen/luka yang tepat
6)
Identifikasi tanda-tanda dan gejala-gejala yang
memerlukan evaluasi medik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar