Sabtu, 16 Maret 2013

Laporan pendahuluan (LP) Fraktur Umum


Nah teman-teman 4Bloggerz kali ini gue mau ngeposting mengenai fraktur,  kalo loe anak keperawatan tentu gak asing lagi dengan kata yang satu ini "fraktur", mau tau mengenai apa itu fraktur, langsung dech monggo dibaca. SEMOGA BERMANFAAT




KONSEP DASAR

A.    KONSEP MEDIS
1.      Definisi
Fraktur adalah                :  Terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (Brunner & Suddart, 2002 : 2357).
Fraktur adalah                :  Terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. (Garrison, Susan. J, 2001 : 152)
Fraktur adalah                :  Kerusakan struktural dalam tulang, lapisan efipisis, atau permulaan sendi tulang rawan. (Garrison, Susan. J, 2001 : 152)
Open reduksi adalah      :  Suatu tindakan pembedaan tulang serta terbuka tulang pada tulang yang fraktur untuk membentuk fiksasi interna dengan menggunakan alat misalnya pean, screw, plate. (Long, BC, 2000).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang/ kerusakan struktural dalam tulang yang disebabkan oleh rudapaksa dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
Salah satu klasifikasi fraktur berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan daerah yang patah. Dalam klasifikasi ini fraktur dapat dibagi menjadi:
a.       Fraktur tertutup (closed). Bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
b.      Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragmen tulan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit. Feraktur terbuka terbagi atas tiga derajat yaitu:
Derajat I:
-          Luka < 1 cm
-          Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk
-          Fraktur sederhana, tranversal, oblik, atau kuminitif ruangan
-          Kontaminasi minimal

Derajat II:
-          Laserasi > 1 cm
-          Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/ovulasi
-          Fraktur kominutif sedang
-          Kontaminasi sedang
Derajat III
Terjadi jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot dan neuromaskuler serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III terbagi atas:
-          Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulan adekuat. Meskipun terdapat laserasi luas/avulasi, atau fraktur segmental/sangat komunitif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka.
-          Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau kontaminasipasif.
-          Luka pada pembuluh arteri/syaraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat kerusakan jaringan lunak. (Arif Mansjoer, 2000 : 346).
Deskripsi fraktur
Deskripsi fraktur terbagi menjadi beberapa hal yaitu:
a.       Komplit/tidak komplit
1)      Fraktur komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang
2)      Fraktur tidak komplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti:
-          Hairline fraktur (patah retak rambut)
-          Bukle frasture atau tonus fracture. Bila terjadi lipatan dari suatu korteks dengan kompresi tulang spongrosa di bawahnya. Biasanya pada distal radius anak-anak.
-          Greenstick fracture, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang anak.
b.      Bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma
1)      Garis patah melintang: trauma angulasi atau langsung.
2)       Garis patah oblik: trauma angulasi
3)      garis patah spiral: trauma aksila-fleksi pada tulang spongiosa
4)      fraktur ovulasi: trauma tarikan/traksi otot pada insersinya dio tulang.
c.       Jumlah garis patah
1)      Fraktur komunitif: garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan
2)      Fraktur segmental: garis patah lebih dari satu tetapi tidak berhubungan
3)      Fraktur multipel: garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan tempatnya, misalnya fraktur femur, fraktur kruris dan fraktur tulang belakang. (Arif, Mansjoer, 2000).
2.      Etiologi
Menurut Brunner and Suddart, 2002 fraktur dapat disebabkan oleh:
a.       Pukulan langsung
b.      Gaya meremuk
c.       Gerakan puntir mendadak
d.      Kontraksi otot ekstern
e.       Dislokai sendi
f.       Kerusakan saraf.
Menurut Garison, Susan J, 2001, faktor yang menyebabkan fraktur eksteritas adalah:
a.       Umum       :  -     Osteoporosis
                           -     Osteogenesis imperfekta
                           -     Osteitis deformans (penyakit laget)
b.      Metabolik  :  -     Defisiensi vitamin C
                           -     Devisiensi vitamin D
                           -     Osteomalaisa
c.       Inflamasi   :  -     Osteontielitis
                           -     Atritis reumatoid
d.      Ueuromuskular   : - Cedera medula spinalis
  - Miopati
3.      Patofisiologi
            Cedera pada suatu bagian sistem muskuluskeletal biasnya menyebabkan cidera atau disfungsi struktur di sekitarnya dan struktur yang dilindingi atau disangganya baik tulang patah, otot tak bisa berfungsi. Bila syarat tak dapat menghantarkan impuls ke otot, seperti pada paralisis, sehingga tidak dapat bergerak, bila permukaan sendi tidak dapat bergerak, bila permukaan sendi tidak dapat berartikulasi dengan normal, baik tulang maupun otot tidak dapat berfungsi dengan baik, fraktur bawah lutut paling sering adalah fraktur libia dan fibula yang terjadi akibat pukulan langsung atau trauma baik secara langsung atau tidk langsung yang menyebabkan tulang dan jaringan sekitarnya rusak, bila tulang rusak maka parenkim dan pembuluh dalam korteks, sum-sum dan jaringan lema mengalami kerusakan juga. Perdarahan terjadi dari kerusakan ujung-ujung tulang dan jaringan lemak (otot). Adanya pembengkakan oleh karena penimbunan eksudat hemorogik, antara ujung tulang yang patah dan di bawah periesteum. Jaringan mati ini menimbulkan rangsangan peredaran yang merupakan respon karakteristik dan vasodilatasi, cairan plasma dan leukosit dan infiltrasi dari sel-sel-darah putih lainnya. Tanda-tanda itu merupakan langkah-langkah pembentukan fondasi pada penyembuhan tulang (Brunner & Suddarth, 2006).
4.      Manifestasi Klinis
a.       Berdasarkan Brunner and Suddart, 2002 manifestasi klinis dari fraktur yaitu sebagai berikut:
1)      Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang dimobilisasi spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk tidak alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen.
2)      Holangnya fungsi
3)      Deformitas (pergerakan fragmen pada fraktur)
4)      Pemendekan ekstermitas
5)      Krepitus (terapa tangan adalah derik tulang)
6)      Pembengkakan lokal
7)      Perubahan warna lokal pada kulit sebagai akibat dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
b.      Menurut Long BC, 1996 gejala yang sering muncul pada fraktur adalah:
1)      Nyeri lokal dari akan terjadi lebih berat karena berjalan atau bergerak dan ada tekanan pada daerah yang terkena juga akibat dari pembengkakaj spasme otot dan kerusakan periosteam
2)      Fungsiolnesa/hilangnya fungsi anggota gerak dan persendian yang terdekat
3)      Kehilangan fungsi normal yaitu ketidakmampuan fraktur untuk melakukan fungsinya secara normal
4)      Syok, hipovolemik, karena hilangnya cairan dan darah yang berlebihan.
5.      Komplikasi
Menurut Brunner and Suddart, 2002 komplikasi fraktur dapat dibagi menjadi:
a.       Komplikai awal
-          Syok hipovolemik atau traumatik. Akibat perdarahan (baik kehilangan darah eksterm maupun yang tak kelihatan) dan kehilangan cairan ke jaringan yang rusak dapat terjadi pada fraktur ekstermitas, toraks, pelvis dan vertebra.
-          Sindrom emboli lemak setelah terjadi panjang atau pelvis, fraktur multipel, atau cidera remuk, dapat terjadi emboli lemak, khususnya pada dewasa muda (20-30 tahun) pria.
d.      Komplikasi lambat
-          Penyatuan terlambat atau tidak ada penyatuan
Terjadi bila penyembuhan tidak terjadi dengan kecepatan normal untuk jenis dan tempat fraktur tertentu. Sedangkan tidak ada penyatuan terjadi karena kagagalan penyatuan ujung-ujung patah tulang.
-          Simultan elektrik osteogenesis
Pada osteogenesis tidak ada penyatuan dapat distimulasi dengan implus elektrik evektifitasnya sama dengan graf tulang.
-          Nekrosis avaskuler tulang
Terjadi bila tulang kehilangan asupan darah dan mati. Dapat terjadi setelah fraktur, dislokasi tanpa kortikosteroid dosis tinggi berkepanjangan, penyakit ginjal konis, anemia dan penyakit lain.
-          Reaksi terhadap fiksasi interna
Alat fiksasi ini diambil setelah penyatuan tulang telah terjadi, namun pada kebanyakan pasien alat tersebut tidak diangkat sambil menimbulkan gejala.
Menurut Chairuddin Rajad, 2003 komplikasi fraktur dapat terjadi secara spontan karena introgenik atau oleh karena tindakan pengobatan. Komplikasi umumnya akibat tiga faktor utama yaitu penekanan lokal, traksi yang berlebihan dan infeksi. Adapun komplikasi fraktur terhadap organ:
b.      Komplikasi pada kulit:
-          Lesi akibat penekanan
-          Ulserasi akibat dekubitus
-          Ulserasi akibat pemasangan gips
c.       Komplikai pada pembuluh darah
-          Lesi akibat traksi dan penekanan
-          Iskemik volkam
-          Gangren
d.      Komplikasi pada sendi
Infeksi (artritis septik) akibat operasi terbuka pada trauma tertutup.

e.       Komplikasi pada saraf
Lesi akibat traksi dan penekanan
f.       Komplikasi pada tulang
-          Infeksi akibat operasi terbuka pada trauma tertutu (osteomielitis)
-          Komplikasi pada lempeng epifisis dan epifisis fraktur anak-anak.
Menurut Sjamsuhidayat, R, 1997 komplikasi fraktur dibagi menjadi komplikasi sgera, komplikasi dini dan komplikasi lambat atau kemudian komplikasi segera terjadi pada saat terjadinya patah tulang atau segera setelahnya. Komplikasi dini terjadi dalam beberapa teori setelah kejadian dan komplikasi kemudian terjadi lama setelah patah tulang.
a.       Komplikasi segera
Lokal         :  -     Kulit, abrasi, laserasi, penetrasi
                     -     Pembuluh darah robek
                     -     Sistem syaraf: sumsum tulang belakang, syaraf tepi motorik dan sensorik.
                     -     Otot
                     -     Organ dalam: jantung, paru, epar, limpa (pada fraktur kosta), kandung kemih.
Umum       :  -     Rudapaksa mustipel
                     -     Syok, hemoragik, neurogenik
b.      Komplikasi dini
Lokal         :  -     Nekrosis kulit, ganggren, sindrom kempartemen, trombosis vena, infeksi sendi.
Umum       :  -     Emboli, paru, tetanus
c.       Komplikasi lama
Lokal         :  -     Sendi, ankilosis fibrosa, akilosis oyal
                     -     Tulang: osteomielitis, osteoporosis pascatrauma, gangguan pertumbuha.
                     -     Otot/tendo: penulangan otot, ruptur tendon
                     -     Saraf: kelumpuhan saraf lambat.
Umum       :  Batu ginjal (akibat imobilisasi lama di tempat tidur).
6.      Pemeriksaan penunjang
a.       Pemeriksaan ronsen: menentukan lokasi atau luasnya fraktur atau trauma
b.      Skan tulang, tomogram, skan CT/MRI memperlihatkan fraktur: juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c.       Arteriogram dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
d.      Hitung darah lengkap: Ht mungkin atau organ jnuh pada trauma multipel) peningkatan jumlah SDP adalah respon stress normal setelah trauma
e.       Kelainan: trauma otot meningkatkan beban kretinin untuk klirens ginjal.
f.       Profil koagulas: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multipel atau cidera hati. (Doengoes, 2000).
Test laboratorium
-          Radiograma: perlu dibuat bila ada kecurigaan fraktur, karena kebanyakan fraktur dispastikan denganc ara ini. Setidaknya dibutuhkan dua foto dalam pandangan berbeda 90o, karena fraktur yang berdislokasi mungkin tidak terlihat hanya pada satu pandangan saja.
-          Sidik tulang diindikasikan bila radiogram tidak dapat menentukan diagnosa (misalnya pada kasus-kasus fraktur pergelangan tangan) atau negatif dalam bukti klinis fraktur. (Mangel, Mark B, 2001).
7.      Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer, A, 2000 penatalaksanaan pada fraktur tertutup dilakukan reposisi tertutup dan imobilisasi dengan gips. Caranya pasien tidur terlentang di atas meja operasi. Kedua lutut dalam posisi fleksi 90o. Sedang kedua tungkai bawah menggantung di tepi meja. Tungkai bawah yang patah ditarik ke arah bawah. Rotasi diperbaiki. Setelah tereposisi baru dipasang gips melingkar. Ada beberapa cara pemasangan gips yaitu:
a.       Cara Long Leg Plaster. Gips dipasang mulai dari pangkal jari kaki sampai proksimal femur dengan sendi talokrural dalam posisi netral, sedang posisi lutut dalam fleksi 15-20o.
b.      Cara sarmiento. Pemasangan gips dimulai dario jari kaki sampai di sendi taloktural dengan molding sekitar maleosus. Setelah kering segera dilanjutkan ke atas sampai 1 inci di baah tuberosatas tibis dengan molding pada permukaan anterior tibin. Gips dilanjutkan sampai yang prosimal patela.
Pada fraktur terbuka dilakukan debridemon luka. Keumian dilakukan reposisi secara terbuka tulang yang patah, dilanjutkan dengan imobilisasi. Dapat digunakan cara long leg plaseter. Hanya saja untuk fraktur terbuka dibuat jendela di atas luka setelah beberapa hari. Dari lubang jendela ini luka dirawat sampai sembuh. Dapat juga dengan memakai pen di luar tulang atau fraktur terbuka grade III (fiksasi eksterna). Contohnya dengan fiksasi eksterna fudet, Roger Anderson, Hoffman, screw dan metil metakrilat (inoe teknik).
Dari www.geogle.com bila keadaan penderita stabil dan luka telah diatai, fraktur dapat diimobilisasikan dengan cara sebagai berikut:

a.       Traksi
Communuted fracture dan fraktur yang tidak sesuai untuk intramedular nailing paling baik diatasi dengan manipulasi di bawah anestesi dan balanced sliding sdkeletal transtion yang dipasang melalui tibia pin. Traksi longitudinal yang menandai diperlukan selama 24 jam untuk mengatasi spasme otot dan mencegah pemendekan dan fragmen harus ditopang di posteroid untuk mencegah pelengkungan. Enam belas pen biasanya cukup. Tetapi penderita yang gemuk memerlukan beban yang lebih besar dari penderita yang kurus membutuhkan benda yang lebih kecil. Lakukan pemeriksaan radiologis selama 24 jam untuk mengetahui apakah berat beban tepat. Bila terdapat overdistraction, berat beban dikurangi. Tetapi jika terdapat tumpang tindih, berat ditambah. Pemeriksaan radiologi selanjutnya perlu dilakukan dua kali seminggu selama 2 minggu yang pertama. Dans etiap minggu sesudah untuk memastikan apakah posisi dipertahankan. Jika hal ini tidak dilakukan, fraktur dapat terselip perlahan-lahan dan menyatu dengan posisi yang buruk.

b.      Fisasi interna
Intramedulary nail ideal untuk fraktur tranversal, tetapi untuk fraktur lainnya kurang cocok fraktur dapat dipertahankan lurus dan terhadap panjangnya dengan nail, tetapi fiksasi mungkin tidak cukup kuat untuk mengontrol rotasi. Nail yang diindikasikan jika hasil pemetriksaan radiologi kesan bahwa jaringan lunak mengalami interposisi diantara ujung tulang karena hal ini hampir selalu menyebabkan non-union. Keuntungan intramedullary nailing adalah dapat memberikan stabilitas longitudinal serta kesejajaran (aligment) serta membuat penderita dapat diimobilisasi cukup cepat untuk meninggalkan rumah sakit dalam waktu 2 minggu setelah fraktur. Kerugian meliputi anestesi, trauma bedah tambahan dan resiko infeksi.
c.       Fiksasi eksternal
Bila fraktur yang dirawat dengantraksi stabil dan masa kalus terlihat pada pemeriksaan radiologis, yang biasanya pada minggu keenam, cast brace dapat dipasang fraktur dengan intramedullary nail yang memberi fiksasi yang regid juga cocok untuk tindakan ini.

Menurut sjamsuhidayat, R, 1997 penatalaksanaan fraktur dapat menjadi sebagai berikut:
a.       Dengan dislokasi fragmen patahan yang minimal atau dengan dislokasi yang tidak akan menyebabkan cacat di kemudian hari. Cukup dengan proteksi dan tanpa reposisi dan imobilisasi.
b.      Imobilisasi degan fiksasi atau imobilisasi luar tanpa reposisi, tetapi tetap memerlukan imobilisasi agar tidak terjadi dislokasi fragmen.
c.       Berupa reposisi dengan cara memanipulasi diikuti dengan imovilisasi.
d.      Reposisi dengan traksi terus menerus selama masa tertentu, misalnya beberapa minggu dan kemudian diikuti dengan imobilisasi. Cara ini dilakukan pada patah tulang dengan otot yang kuat misalnya pada patah tulang femus.
e.       Reposisi diikuti dengan imobilisasi dengan fiksasi l;uar
f.       Reposisi secara non-operatif, misalnya reposisi patah tulang belum femur. Framen direposisi secara non-operatif dengan meja traksi: setelah tereposisi dilakukan pemasangan pen ke dalam kolum femur secara operatip.
g.      Reposisi secara operatif diikuti dengan fiksasi patah tulang dengan pemasangan fiksasi interna. Fiksasi interna yang dipakai biasanya berupa pen di dalam sum-sum tulang panjang bisa juga berupa plat sekrup di permukaan tulang.
h.      Eksisi fragmen patah tulang dan pengaruh menggantinya dengan prostesis.









- Pukulan langsung
- Gaya meremuk
- Gerakan puntir mendadak
- Kontraksi otot eksterm
 
- Pukulan langsung
- Gaya meremuk
- Gerakan puntir mendadak
- Kontraksi otot eksterm
 
Pathway

 














(Brunner & Suddart, 2002)

B. KONSEP KEPERAWATAN
8.      Pengkajian Data Dasar
a.       Biodata
Informasi biografi sangat membantu menyusun riwayat pada tempatnya. Informasi tersebut meliputi nama, almat, umur, jenis kelamin, status perkawinan, pekerjaan dan asal etnik individu. Dengan maksud untuk memperoleh profil pasien yang lebih lengkap dan membina saling percaya. (Smeltzer, 2002, 84). Mengajukan pertanyaan engenai pekerjaannya sekarang dapat mengungkap mengenai status ekonomi dan latar belakang pendidikannya. Alamat berhubungan dengan untuk mengidentifikasi bahaya lingkungan seperti isolasi, perlindungan yang tak adekuat. Resiko bahaya kebakaran, polusi (suara, udara, air) dan fasilitas sanitasi yang tidak memadai yang berhubungan dengan kasus penyakit ini. Agama erat hubungannya dengan tingkat pemahaman atau pendarahan keberadaannya daa dapat mengarahakan bagaimana seseorang menghadapi kesakitan. (Smeltzer, 2002: 87-88).
b.      Data Biologis
1)      Keluhan utama
Merupakan keluhan utama yang dirasakan misalnya nyeri apda daerah fraktur.
2)      Riwayat kesehatan sekarang
Kapan pasien datang, keluhan utama yang biasa dirasakan nyeri pada saat digerakkan.
3)      Riwayat kesehatan dahulu
Menjelaskan apakah pasien pernah mengalami penyakit seperti sekarang dan tindakan yang sudah dilakukan untuk menanganinya.
4)      Riwayat Kesehatan Keluarga
Adalah anggota keluarga yang lain yang sakit seperti sekarang ini. (Perry Potter, 2004).
c.       Pola Fungsional
Dalam penyusunan KTI ini penulis menggunakan teori keperawatan fungsional menurut Virginia Handerson, karena konsep ini mencakup seluruh kebutuhan dasar seorang manusia. Handerson mendefinisikan keperawatan sebagai berikut:
1)      Membantu individu ang sakit dan yang sehat dalam melaksanakan aktifitas yang memiliki kontribusi terhadap kesehata dan penyembuhannya dimana individu tersebut akan mampu mengerjakannya tanpa bantuan bila ia memiliki kekuatan, kemauan dan pengetahuan yang dibutuhkan. Dan hal ini dilakukan dengan cara membantu mendapatkan kembali kemandiriannya secepat mungkin. (Perry Potter, 2005 : 274).
2)      Model konsep keperawatan menurut Virginia Handerson:
a)      Bernafas dengan normal
Bantuan yang dapat diberikan kepada klien oleh perawat adalah membantu memilih tempat tidur, kursi yang cocok, serta menggunakan bantal, alas dan sejenisnya. Sebagai alat pembantu klien agar dapat bernafas dengan normal dan kemampuan mendemonstrasikan dan menjelaskan pengaruhnya kepada klien. Perawat harus waspada terhadap tanda-tanda obstruksi jalan nafas dan siap memberikan bantuan dalam keadaan tertentu.
b)      Kebutuhan akan nutrisi
Perawat harus mampu memberikan penjelasan mengenai tinggi dan berat badan yang normal, kebutuhan nutrisi yang diperlukan pemilihan dan penyediaan makanan untuk itu perawat harus mengetahui kebiasaan, kepercayaan klien tentang nutrisi.
c)      Kebutuhan Eliminasi
Perawat harus mengetahui semua saluran pengeluaran dan keadaan normalnya. Jarak waktu pengeluaran dan frekuensi pengeluara yang meliputi keringat, udara yang keluar saat bernafas, menstruasi, muntah, buang air besar dan buang air kecil.
d)     Gerak dan keseimbangan tubuh
Perawat harus mengetahui tentang prinsip keseimbangan tubuh, miring dan bersandar. Artinya perawat harus bisa memberikan rasa nyaman dalam semua posisi da tidak membiarkan berbaring terl;alu lama pada satu posisi.
e)      Kebutuhan istirahat dan tidur
Istirahat dan tidur sebagian tergantung pada relaksasi otot. Untuk itu perawat harus mengetahui tentang pergerakan badan yang baik, disamping itu juga dipengaruhi oleh emosi (stress), dimana stress merupakan keadaan ormal dari aktivitas progresif patologis apabila ketegangan dapat diatasi atau tidak terkontrol dengan istirahat dan tidur.
f)       Kebutuhan berpakaian
Perawat dasarnya meliputi membantu klien memilih pakaian yang tepat dari pakaian yang tersedia dan membantu untuk memakainya. Perawat tidak boleh memaksakan kepada klien pakaian karena hal itu dapat menghilangkan rasa kebebasan klien.
g)      Mempertahankan temperatur tubuh dan sirkulasi
Perawat harus mengetahui physiologi panas dan bisa mendorong ke arah tercapainya keadaan panas maupun dingin degan mengubah temperatur, kelembaban atau pergerakan udara atau dengan memotivasi klien untuk meningkatkan atau mengurangi aktifitasnya. Menu makanan dan pakaian mempengaruhi dalam hal ini.
h)      Kebutuhan akan personal hygiene
Klien harus disediakan fasilitas-fasilitas peralatan dan bantuan dari perawat sangat dibutuhkan unu membersihkan kulit, rambut, kuku, hidung, mulut dan giginya.
i)        Kebutuhan rasa aman dan nyaman
Dalam keadaan sehat setiap orang bebas mengontrol keadaan sekelilingnya atau mengubah keadaan itu bila beranggapan sudah tidak cocok lagi. Jika sakit sikap tersebut tidak dapat dilakukan. Perawatan dasarnya meliputi melindungi klien dari trauma dan bahaya yang timbul.
j)        Berkomunikasi dengan orang lain dan mengepresikan emosi, keinginan, rasa takut dan pendapat
Keinginan, rasa takut dan pendapat dalam keadaan sehat. Tiap gerakan, emosi nampak pada ekspresi fisik, perwat mempunyai tugas sebagai penterjemah dalam hubungan klien dengan tim kesehatan lain memajukan kesehatannya. Penampilan lingkungan yang terapeutik sanga tmembantu dalam hal ini.
k)      Kebutuhan spiritual
Dalam memberikan perawatan dalam situasi apapun kebutuhan spiritual, klien harus dihormati dan perawat harus membantu dalam pemenuhan kebutuhan itu. Perawat dan petugas kesehatan lainnya harus menyadari bahwa keyakinan, kepercayaan dan agama sangat berpengaruh terhadap upaya penyembuhan.
l)        Kebutuhan bekerja
Sering kali keadaan sakit menyebabkan seseorang kehilangan kesempatan menikmati variasi dan udara segar serta rekresi. Untuk itu perlu dipilihkan beberapa aktivitas yang sangat dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, kecerdasan, pengalaman dan selera klien, kondisi serta keadaan penyakitnya.

m)    Kebutuhan belajar
Bimbingan, latishan atau pendidikan merupakan dbagian dari pelayanan dasar. Fungsi perawat adalah membantu klien belajar dalam mendorong usaha penyembuhan dan meningkatkan kesehatan serta memperkuat dan mengikuti terapy yang diberikan, pembimbing dapat dilakukan setiap saat ketika perawat memberikan asuhan. (Perry Potter, 2005).
9.      Fokus Pengkajian
Menurut doengoes, rooo, fokus pengkajian yang muncul adalah:
a.       Aktivita atau istirahat
Tanda        :  Keterbatasan atau kehilangan fungsi pada bagian yang mengalami operasi.
b.      Sirkulasi
Tanda        :  Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri) atau hipotensi (respon kehilangan darah) tarchicardia (respon stress, hipovolemia) pembengkakan jringan atau massa hematoma pada suisi cidera atau operasi.
c.       Neurosensori
Gejala        :  Penurunan atau hilang gerakan atau sensori, spasme otot.
Tanda        :  Spasme otot, terlihat kelemahan atau hilang fungsi agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri atau ansietas).


d.      Nyeri atau kenyamanan
Gejala        :  Nyeri berat, sedang atau ringan setelah dilakukan tindakan operasi. Mungkin terlokalisasi pada area jaringan atau penyambungan tulang. Dapat berkurang pada imobilisasi. Spasme otot atau kram (setelah imobilisasi).
e.       Keamanan
Tanda        :  Laserasi kulit, insisi jaringan, perdarahan, perubahan warna,pembengkakan lokal (dapat meningkatkan secara bertahap atau tiba-tiba).
f.       Penyuluhan atau pembelajaran
Gejala        :  Lingkungan post operatif
Rencana pemulangan: Kurang lebih 4 hari bila memerlukan perawatan di rumah sakit memerlukan bantuan dalam aktivitas perawatan diri. Tugas pemeliharaan atau perawatan di rumah.
10.  Fokus Intervensi
Menurut Doengoes, 2000, fokusw interensi yaitu sebagai berikut:
a.       Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan integritas tulang (fraktur).
Hasil yang diharapkan:
1)      Mempertahankan stabilisasi dan posisi fraktur
2)      Dmenunjukkan mekanika tubuh yang meningkatkan stabilitas pada sisi fraktur
3)      Menunjukkan pembentukan kalus/mulai penyatuan fraktur yang tepat.
Intervensi:
1)      Pertahankan turah baring/ekstermitas sesuai indikasi
2)      Letakkan papan di bawah tempat tidur atau tempatkan pasien pada tempat tidur ortopedik
3)      Sokong fraktur dengan bantal/gulungan selimut
4)      Pertahankan posisi/integritas traksi
5)      Bantu meletakkan beban di bawah roda tmpat tidur bila diindikasikan
6)      Kaji ulang tahanan yang mungkin timbul karena terapi
7)      Kaji integritas alat fiksasi eksternal
8)      Kaji ulang foto/evaluasi
b.      Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot tgerakan program tulang
Ditandai: keluhan nyeri, distraksi, fokus pada diri sendiri, fokus menyempit, wajah sionomik.
Intervensi:
1)      Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, pembebat, traksi
2)      Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena
3)      Hindari penggunaan sprei/bantal plastik di bawah ekstermitas di dalam gips
4)      Tinggikan penutup tempat tidur. Pertahankan linen terbuka pada ibu jari kaki.
5)      Evaluasi keluan nyeri/ketidaknyamanan, perhatikan lokasi dan karakteristik, termasuk intensitas (skala 0-10)
6)      Jelaskan prosedur sebelum memulai
7)      Lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif/aktif
8)      Dorong menggunakan teknik manajemen stress, (tehnik relaksasi)
9)      Berikan obat sesuai indikasi.
c.       Resiko tinggi terhadap disfungsi neuromuskuler perifer berhubungan dengan penurunan/interupsi aliran darah, cidera vaskuler langsung hipovolemia
Kriteria evaluasi:
1)      Kaji kembalinya capillary refil, warna kulit dan kehangantan distal pada fraktur.
2)      Catat perubahan fungsi motor/sensori, tanyakan kepada klien tentang lokasi/ketidaknyamanan.
3)      Perhatikan keluhan nyeri ekstrem untuk tipe cidera atau peningkatan nyeri pada gerakan pasif ekstremitas, terjadi tegangan otot/nyeri tekan dengan eritema/perubahan nadi distal.
4)      Monitor posisi/kolasi pada gips atau traksi
5)      Ajari pasien untuk latihan rutin pada bagian sendi distal/latihan jari yang cidera, ambulasi sesegera mungkin
6)      Selidiki nyri tekan, pembengkakan pada dorsufleksi kaki
7)      Monitor tanda vital, catat tanda-tanda purat/sianosis umum, kulit dingin, perubahan parental
8)      Kolaborasi pemberian cairan itravena/tambahan darah sesuai kebutuan.
d.      Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membaran alveolar/kapiler
Kriteria evaluasi:
Mempertahankan fungsi pernafasan adequat, dibuktikan dengan perubahan membran alveolar/kapiler.
Kriteria evaluasi:
1)      Awasi frekuensi pernafasan, penggunaan otot bantu, retraksi
2)      Pantau tanda-tanda vital
3)      Perhatikan peningkatan kegelisahan, kacai latargi
4)      Observasi sputum untuk tanda adanya darah
5)      Kolaborasi pemberian O2 sesuai kebutuhan
6)      Berikan obat sesuai indikasi
e.       Kerusakan mobilisasi fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler.
Ditandai oleh:
1)      Ketidakmampuan untuk bergerak sesuai tujuan dalam lingkungan fisi.
2)      Menolak untuk bergerak
3)      Penurunan kekuatan/kontrol otot

Kriteria evaluasi:
1)      Meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin
2)      Mempertahankan posisi fungsional
3)      Meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit
4)      Menunjukkan teknik yang memampukan melakukan aktivitas
Intervensi:
1)      Kaji tingkat imobilitas yang dihasilkan oleh cedera/pengobatan dan perhatikan persepsi terhadap imobilisasi
2)      Dorong partisipasi pada aktivitas terapeutik/rekreasi
3)      Instruksikan pasien untuk bantu dalam rentang gerak pasien/asktif pada ekstremitas yang sakit dan yang tidak sakit
4)      Berikan/bantu dalam mobilisasi dengan kruk, kursi roda
5)      Monitor TD dengan toleransi aktivitas
6)      Ubah posisi secara periodik dan dorong untuk latihan batuk/nafas dalam.
7)      Anjurkan peningkatan masukan cairan 2000-3000 ml/hari
8)      Berikan diit tinggi protein
9)      Tingkatkan jumlah diit kasup, batasi makanan pembentuk gas
10)  Kolaborasi dengan ahli terapi fisik/okupasi/rehabilitasi spesifik



f.       Resiko tinggi terhadap infeksi b/d tidak adekuatnya pertahanan primer, kerusakan kulit, trauma jaringan, traksi tulang
Kriteria evaluasi:
Pasien akan mencapai penyembuhan luka sesuai diagnose purulen atau eritema dan demain.
Intervensi:
1)      Inspeksi kulit untuk adanya iritasi atau rusak
2)      Berikan perawatan pen/kawat steril
3)      Observasi luka untuk pembentukan bula, krepitasi, perubahan wara kulit kecoklatan, bau drainase yang tak enak/asam.
4)      Kaji tonus otot, refleks tendon dalam dan kemampuan untuk berbicara
5)      Kolaborasi pemeriksaan laboratorium (hitung darah lengkap).
6)      Berikan obat sesuai indikasi.
g.      Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.
Ditandai:
-          Pertanyaan/permintaan informasi, pertanyaan salah konsepsi
-          Tidak akurat mengikuti isntruksi/terjadinya komplikasi yang dapat dicegah
Hasil yang diharapkan klien:
-          Menyatakan pemahaman, kondisi, prognosis dan pengobatan
-          Melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi:
1)      Kaji ulang patologi, prognosis dan harapan yang akan datang
2)      Beri penguatan atau metode mobilitas dan ambulasi sesuai instruksi dengan terapi fisik.
3)      Anjurkan penggunaan back pack
4)      Dorong pasien untuk melanjutkan latihan aktif.
5)      Kaji perawatan pen/luka yang tepat
6)      Identifikasi tanda-tanda dan gejala-gejala yang memerlukan evaluasi medik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar